MASIGNCLEAN101

BITCOIN : MENELAAHFENOMENA DARIBERBAGAI SUDUT PANDANG

5/11/2018

BITCOIN : MENELAAHFENOMENA DARIBERBAGAI SUDUT PANDANG

(Hasil Review Pendapat DariDr. Oni Sahroni MA[1]dan Dr. Muniarti Mukhlisin M.Acc[2])


Ditulis Oleh : Eka Oktaviani Widiastuti(Research Departement)

Deskripsi
Bitcoin semakin viral setelah boomingnya mata uang cryptocurrency. Banyak para pegiat bisnis mulai menekuni virtual asset tersebut. Lantas bagaimana sudut pandang fiqih Islam memandang bisnis bitcoin tersebut? Berikut ulasannya.

Artikel
Disruption di era digital mendatangkan beberapa dampak, baik positif maupun negatif. Tak hanya menyangkut satu atau dua aspek saja, disruption sudah merambah ke berbagai aspek, termasuk ekonomi. Digitalisasi setiap sisi dalam kegiatan ekonomi, mendatangkan beberapa fitur wajah baru dunia perekonomian.
Bitcoin merupakan bagian dari cryptocurrency. Virtual asset tersebut pertama kalinya di perkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2009. Saat ini, sudah banyak para pengguna bitcoin yang bermunculan di Indonesia. Alasan mereka menggunakan mata uang tersebut bermacam-macam, ada yang didasarkan karena prospek perkembangannya, maupun karena hanya unsur coba-coba saja. Lantas, jika ditinjau dari sisi syariah – fiqih Islam, bagaimana tanggapan para ulama memandang fenomena tersebut? Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai hal tersebut.

Kolaborasi Pendapat Dua Tokoh Tentang Bitcoin

Saya yakin banyak diluar sana banyak sekali pendapat dari para ahli atau ulama mengenai bitcoin. Tak heran bagi Anda yang masih awam dengan bitcoin akan merasa bingung dengan penjelasan dan pendapat para ahli tersebut. Artikel ini mencoba menyajikan dua sisi pandang tokoh mengenai bitcoin. Meski tidak bisa ditelaah lebih dalam pihak mana yang benar, setidaknya semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi Anda untuk sedikit mengenal apa itu bitcoin. Selanjutnya simaklah beberapa ulasan hasil review pendapat dua tokoh tersebut berikut ini.

Bitcoin : Mata Uangkah?

Sesuai dengan sub judulnya, tentu yang muncul pertama kali di benak Anda adalah ada kemungkinan bitcoin bukan mata uang. Memang benar, terdapat jajak pendapat dari dua ulama Arab Saudi mengenai kedudukan bitcoin.
Dikutip dari pendapat Dr. Oni Sahroni MA, dikatakan bahwa terdapat dua pendapat ahli ulama asal Arab Saudi mengenai kedudukan bitcoin sebagai alat tukar atau bukan. Pertama, pendapat yang diwakili oleh Syekh Ali AL-Quri’ seorang ulama ahli fiqih dan ekonomi menyatakan bahwa bitcoin merupakan alat tukar. Hal tersebut dikarenakan bitcoin telah memenuhi tiga fungsi/kualifikasi dari mata uang, yaitu alat tukar, sebagai nilai dari aset atau barang di masyarakat/negara tersebut, dan menjadi standar dari aset barang/negara tersebut. Menurut beliau bitcoin dengan karakteristik dan pola transaksi telah memenuhi unsur ketiganya, maka bisa dikatakan bahwa bitcoin adalah mata uang. Kedua, pendapat yang diwakili oleh Syekh Abdussadar Al-Buhudha seorang ahli ulama asal Arab Saudi mengatakan bahwa bitcoin belum memenuhi kualifikasi mata uang. Hal tersebut dikarenakan untuk memenuhi unsur yang pertama, uang harus bisa diterima secara masif oleh masyarakat sedangkan saat ini bitcoin hanya diterima oleh beberapa penggunanya saja. Kemudian, bitcoin tidak ada otoritas jasa yang menerbitkan (underlying) sehingga tidak memenuhi unsur kedua maupun ketiga, dan dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang dilarang dalam agama. Beliau juga menambahkan bahwa bukan hanya merujuk ketiga kualifikasi yang sudah disebutkan di atas untuk mengetahui apakah bitcoin mata uang atau bukan. Tapi, harus diadakan telaah pula mengenai pengaruh bitcoin terhadap ekonomi secara makro. Menurutnya bitcoin merupakan barang komoditi bukan mata uang, karena sifat transaksinya hanya untuk spekulatif bukan untuk alat tukar. Adapun kesimpulan yang didapat dari dua pendapat ulama tersebut yaitu hingga saat ini ulama belum bisa menyimpulkan apa pengaruh bitcoin terhadap ekonomi secara makro, ditambah belum adanya fatwa mengenai bitcoin maka menambah rentetan pendapat yang masih pro dan kontra. 
Berbeda dengan sebelumnya, pendapat dari Dr. Muniarti Mukhlisin, M.Acc yang menyatakan bahwa bitcoin merupakan mata uang namun penggunaannya dilarang di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bank Indonesia yang secara tegas melarang penggunaan mata uang tersebut untuk kegiatan transaksi jual beli sehari-hari, karena jika ditinjau dari sisi kestabilan moneter kedepan jika bitcoin tersebut diberlakukan maka akan mengancam kestabilan ekonomi, memunculkan tindak kejahatan, serta jika ditinjau dari sisi syariah mengandung unsur gharar, maysir, dll. Otoritas Jasa Keuangan juga sudah melarang mengenai penggunaan bitcoin sebagaimana POJK terbaru mengenai fintech yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016, tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Dikatakan bahwa segala bentuk pinjam meminjam dan transaksi digital ahrus didukung dengan penyediaan escrow account dan virtual account yang sesuai dengan mata uang di Indoensia yaitu rupiah. Artinya bitcoin tidak masuk dalam kategori fintech sesuai dengan POJK tersebut.

Hukum Trading Bitcoin, Samakah dengan Trading Forex?

Sesuai syariat Islam, trading forex memang dilarang pelaksanaannya. Namun, bagaimana dengan trading bitcoin? Berikut akan dibahas mengenai hukum trading bitcoin.
Tahukah Anda bahwa ternyata sebagian dari pengguna bitcoin yang ada hanya coba-coba ketika menggunakan virtual aset tersebut. Lain halnya dengan pihak tertentu yang memposisikan bitcoin sebagai komoditi. Jika ditinjau dari sisi syariah, hal tersebut tentunya dilarang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa jika ada transaksi jual-beli mata uang yang sama, maka harus dilakukan dengan tunai dan jumlah yang sama. Sekarang coba kita analisa, untuk transaksi bitcoin sebagai komoditi atau dikenal sebagai trading bitcoin tentunya tidak mungkin jika dilakukan secara tunai karena cakupan bitcoin yang menyeluruh, sehingga dikenal sebagai one world one currency. Disamping itu, perbedaan mata uang dari satu negara dengan negara lain juga menjadikan transaksi tersebut memungkinkan adanya unsur riba didalamnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa transaksi trading bitcoin hukumnya sama dengan trading forex yaitu haram karena terdapat unsur gharar, dharar, dan melanggar aspek tunai tersebut.

Bitcoin dalam Perspektif Modal Usaha/Bisnis

Berbeda dengan penjelasan mengenai hukum trading bitcoin yang jelas sekali dilarang. Dr. Oni Sahroni MA menelaah perspektif bitcoin dalam kegiatan bisnis/modal usaha sesuai dengan pandangan ahli ulama yang pertama yaitu pihak yang memandang bitcoin sebagai alat tukar. Menurutnya untuk menentukan bitcoin boleh digunakan sebagai investasi, setidaknya harus memenuhi tiga ketentuan yaitu:
1.      Jual Beli (Al-Ba’i)
Bitcoin dapat digunakan sebagai modal usaha/bisnis sesuai dengan harga beli, jika objeknya barang dan memenuhi ketentuan jual beli.
2.      Ijarah
Jika objeknya adalah jasa, maka ketentuannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan ijarah.
3.      Akad Bagi Hasil
Apabila bitcoin tersebut digunakan sebagai modal usaha sesama pelaku, maka harus memerhatikan akad bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah.
Namun, Dr. Oni Sahroni MA juga menegaskan, bahwa agar terhindar dari praktik-praktik terlarang seperti riba, gharar, ba’i an najasy, monopoli, dana non halal dan lain sebagainya maka perlu diperhatikan kembali ketiga aspek tersebut. Di lain sisi beliau juga menegaskan bahwa hingga saat ini masih banyak perbedaan pandangan para ulama mengenai bitcoin. Untuk itu alangkah lebih baikny untuk menghindari hal-hal yang spekulatif dan penuh dengan keragu-raguan.

Kesimpulan

Itu dia beberapa sisi pandang mengenai fenomena bitcoin. Menurut penulis kesimpulan yang didapat dari pembahasan sebelumnya yaitu bahwa bitcoin merupakan mata uang virtual yang hanya digunakan oleh kalangan tertentu di dunia digital. Haram/tidaknya bitcoin tergantung dari tujuan si pengguna dan wilayah yurisdiksi dimana bitcoin tersebut beredar. Mengapa? Karena ketika hanya melihat dari sisi spekulasi dan gharar atas transaksi bitcoin itu tidak bisa mendasarkan bahwa bitcoin haram. Karena perdagangan emas, perak, dollar dan bahkan kegiatan perdagangan di pasar juga sama-sama terdapat unsur spekulasi, apakah untung atau rugi.
Hal tersebut juga dilihat dari tujuan si pengguna dan wilayah yurisdiksi. Perlu dikoreksi apa tujuan dari penggunaan bitcoin tersebut, apakah untuk komoditi atau alat tukar, kegiatannya sesuai dengan prinsip syariah atau tidak, banyak maslahat atau mudharat. Sepertinya hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk menentukan sebuah peraturan. Ditambah dengan adanya regulasi sesuai dengan yurisdiksi juga semakin memperkuat posisi haram tidaknya transaksi bitcoin tersebut.

Saran

Melihat fenomena tersebut alangkah lebih baiknya untuk senantiasa berhati-hati dalam melakukan suatu transaksi. Hindari kegiatan yang masih menimbulkan keragu-raguan di dalamnya.
Bagi para ekonom rabbani perlu diadakan suatu riset mengenai “Motif Para Pengguna Bitcoin” untuk mengetahui maksud penggunaan cryptocurrencytersebut. Bisa juga ditambah dengan analisa fiqih Islam, sehingga dapat diperoleh suatu data mengenai keterkaitan motif penggunaan bitcoin dengan pandangan agama.

Itulah sedikit pembahasan mengenai bitcoin, kurang lebihnya mohon maaf. Jika terdapat kekeliruan silahkan dikoreksi. Semoga bermanfaat


[1] Direktur SIBER-SEBI dan Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Doktor Fiqh Muqaran Univ Al Azhar Cairo
[2]Rektor STEI Tazkia
FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman