MASIGNCLEAN101

KONSEP PEGADAIAN SYARIAH

12/14/2015
Gadai syariah (rahn)adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun)atas utang atau pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin)memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Salah satu landasan yang dipakai dalam pegadaian syariah adalah Al-Quran Surat Al-Baqarah : 283

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpihutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendakalh yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertkwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Diriwayatkan dalam suatu hadist, Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim.
Sumber : www.harianterbit.com

Mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang  atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual dengan ijin nasabah, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

Pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber  yang dapat dipertanggungjawabkan.


Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan pegadaian konvensional, yaitu : (1) Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. (2) Pegadaian konvensional  hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian Syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani Press, 2001, hal.128
FOSEI UNSOED

Akun Official KSEI FOSEI Universitas Jenderal Soedirman